Jumat, 15 Februari 2013

Enjoy the Peacefulness of Baduy


Cerita ini berawal dari kebersamaan yang terus tumbuh dan berkembang. Kebersamaan yang selalu dihiasi dengan semua rasa (senang, sedih, suka, duka, lelah, ceria,dll). Kami memutuskan untuk membebaskan semua rasa itu dengan melakukan sebuah perjalanan menuju suatu tempat. Tempat yang dapat membantu kami menyimpan semua rasa dalam sebuah kenangan. Kenangan yang bisa terus  dikunjungi kapan pun secepat kita berpikir.

Tempat yang kini telah menjadi kenangan itu bernama Baduy. Baduy adalah sebuah perkampungan yang terletak di kaki pegunungan desa Kanekes, Banten yaitu sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung dan terdiri atas tiga desa utama yaitu Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Sebutan Baduy ini adalah sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar kepada masyarakat di perkampungan tersebut yang berarti masyarakat yang sering berpindah-pindah (nomaden). 


Berfoto sebelum memulai petualangan (Ciboleger)


Untuk menuju Cibeo bisa ditempuh melalui Ciboleger  dengan treking sekitar 8km. Kami tiba di Ciboleger jam 2 siang setelah perjalanan yang cukup panjang dari Bandung dan setelah sempat tersesat salah masuk tol. Setelah mengurus semua persyaratan untuk masuk ke perkampungan Baduy dalam barulah kami memulai perjalanan kami yang tak kan terlupakan. 

Kang Safri

Safri adalah orang Baduy dalam yang terpilih menjadi guide kami selama perjalanan menuju Cibeo. Ia adalah salah satu warga perkampungan Cibeo yang sangat mengenal medan menuju Cibeo. Dengan bantuan sebatang kayu, ia sangat tangguh dalam membantu kami membawa ransel dan perlengkapan selama di Baduy. Perjalanan ini membutuhkan stamina yang bagus karena kami harus naik turun bukit. Hal ini sangat menguji kesabaran dan ego kami. Kami awalnya harus melewati beberapa perkampungan Baduy luar sebelum bisa masuk ke dalam wilayah Baduy dalam. Jarak antar satu kampung Baduy luar dengan kampung lainnya cukup jauh. Di jalan kami sempat dihadang oleh hujan rintik-rintik namun beruntungnya hanya berlangsung sebentar sehingga medan yang kami lalui tidak terlalu licin. Sepanjang melewati perkampungan Baduy luar, teramati bahwa masyarakat perkampungan tersebut sudah banyak terkontaminasi budaya luar. 

Perkampungan Baduy luar


Wow serasa damai denger gemericik airnya

Selama berada di wilayah perkampungan Baduy luar, kami bisa menyimpan setiap kenangan yang kami lalui dalam sebuah foto. Namun tidak begitu halnya ketika kami memasuki perkampungan Baduy dalam, kami dilarang mengambil foto sehingga kenangan yang tercipta hanya bisa diingat dalam lubuk jiwa. Kami membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk sampai Kampung Cibeo. Sekitar jam 6 sore tibalah kami di perkampungan Baduy dalam dan kami disambut oleh warga perkampungan yang menatapi setiap langkah kami berjalan. 


Mr. Scorpio lagi marah gara-gara dideketin


Eh kaki seribu...mau kemana ya?

Pohon ajaib yang besar dan kokoh dengan akar menggantungnya

Ulat bulu yang cantik

Hai bunga...terbanglah

Jamur apa ya ini ?
Romantis euy...
Akhirnya mau sampai Cibeo

Senja mulai merayap datang
Kami kemudian menginap di salah satu rumah milik masyarakat Baduy dalam dan tinggal bersama keluarga Baduy tersebut walau hanya semalam. Mereka menyambut kami dengan ramah. Mereka bercerita tentang kehidupan di Baduy sementara kaum perempuan Baduy membantu kami memasak bahan makanan yang masih mentah yang kami bawa dari luar Baduy (beli di pasar). setelah berbincang-bincang, kami kemudian menyantap makan malam yang terasa sangat nikmat di lidah dan di perut terutama sambalnya (mungkin karena kami sangat kelaparan dan kelelahan selama perjalanan sehingga rasa makanannya sungguh luar biasa). Kami makan menggunakan mangkok batok kelapa. Kami tidak diijinkan menggunakan piring karena dianggap "pamali". Tempat minumnya juga unik karena menggunakan batang bambu. Ketika ada dari kami yang ingin ke belakang, mereka mengantarkan kami ke sebuah sungai yang terletak tidak jauh dari pemukiman. Dengan sebuah obor yang dibawa oleh Ibu tuan rumah kami, kami pun merayap menelusuri jalan setapak menuju sungai tersebut. Malam tersebut adalah malam yang indah karena kami bisa melihat bintang melayang bebas di alam terbuka tanpa harus dihalangi oleh gedung-gedung pancakar langit yang tinggi. angin-angin pun ikut bernyanyi pada malam itu sehingga suasana malam terasa semakin syahdu.
Akhirnya setelah semua ritual sebelum tidur selesai, barulah kami tidur saling berdampingan. Udara malam itu terasa cukup hangat. Namun tanpa disangka ketika menuju tengah malam, udara terasa semakin dingin. Kami saling merapat karena kami hanya membawa peralatan tidur seadanya. 

Ketika subuh menyambut, mulai terdengar suara berisik di luar tempat tinggal kami. Ternyata itu adalah para masyarakat Baduy yang siap-siap berangkat ke ladang untuk bekerja. Tuan rumah kami pun di saat subuh ternyata sudah bangun. Kaum perempuannya ternyata sudah mulai memasak. Ketika kami bangun, kami melihat beberapa masyarakat Baduy yang tersisa di rumah sementara saudara-saudara mereka telah berangkat terlebih dahulu ke ladang. Setelah mengumpulkan jiwa dan raga setelah tidur semalaman, kami pun menuju kembali ke sungai yang telah kami kunjungi sebelumnya saat gelap. Suasana ketika pagi hari di sungai tersebut terlihat sangat menyejukkan. Air sungainya begitu jernih meskipun tertutup oleh helaian daun yang telah gugur. Ternyata ada pembagian tempat antara kaum perempuan dan laki-laki di singai tersebut. Kaum laki-laki bisa menggunakan sungai di bagian hulu sedangkan kaum wanita tidak boleh, kaum perempuan diwajibkan menggunakan sungai di bagian hilir untuk cuci muka, mandi, buang air temasuk juga untuk mencuci.

Oya kami dilarang untuk menggunakan sabun, pasta gigi, detergen, atau sejenisnya saat berada di kawasan Baduy dalam, mungkin hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan di situ. Namun sunggguh disayangkan karena kami melihat banyak anak-anak Baduy yang mulai suka mengkonsumsi makanan ringan yang berasal dari luar Baduy dan membuang sampah kemasannya sembarangan. Mungkin mereka belum menyadari bahwa kemasan makanan ini dapat merusak lingkungan mereka sendiri. Tapi apa boleh buat karena kami hanyalah pendatang yang harus menghormati setiap aturan di tempat kami bertamu.  

Setelah selesai menikmati kesegaran air di sungai, kami pun sarapan bersama. Setelah sarapan kami ditawarkan barang-barang kerajinan khas Baduy lalu langsung saja beberapa dari kami membeli barang-barang tersebut sebagai kenang-kenangan sekaligus sebagai bentuk rasa penghargaan kami atas hasil buah tangan mereka yang terdiri atas gelang, tas, kain, pakaian, dll. Bahkan tanpa disangka driver kami yang awalnya bergaya ala anak-anak perkotaan seketika berubah menjadi orang Baduy abal-abal setelah membeli dan mengenakan langsung satu stel pakaian ala orang Baduy. Driver kami juga sempat diobati oleh orang Baduy karena ia sempat mengalami cidera saat perjalanan menuju Cibeo. 

Setelah hari mulai beranjak siang sekitar jam 10, kami berpamitan dengan keluarga Baduy yang telah mengijinkan kami tinggal di rumahnya. Tanpa disangka ternyata sepatu yang aku simpan di luar rumah hilang. Aku tidak menyangka ternyata di tengah masayarakat Baduy yang terkenal dengan kearifannya, ada saja orang-orang usil yang melakukan tindakan tersebut. Untungnya aku membawa cadangan sandal gunung sehingga aku tidak sampai pulang tanpa alas kaki. Walaupun sempat sedih karena kehilangan sepatu kesayangan, namun hal tersebut tidak mengurangi kekagumanku terhadap alam dan masyarakat perkampungan Baduy. 

OOOiiiiiii
Perjalanan pulang terasa lebih ringan dibandingkan saat menuju ke perkampungan karena rute yang kami lalui cenderung menurun walaupun sedikit licin. Sempat beberapa dari kami meluapkan rasa kegembiraan kami dengan bernyanyi maupun besenandung. Oya kami juga sempat melewati sebiah danau dimana ada orang yang sedang memancing di atas sebuah sampan bambu. Tentu saja kami tidak mau melewatkan keindahan danau ini dalam sekejab. Kami pun beristirahat cukup lama disini sambil membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang kami bisa simpan dalam kenangan dari tempat ini.

Naga di pinggir danau



Setelah puas, barulah kami mengangkat kaki dan melanjutkan langkah kami kembali ke Ciboleger. Kami tiba kembali di Cibolegar vsebelum sore tiba. Ketika ingin bertemu dengan kang Emen (orang yang menjdi penghubung kami dengan orang-orang Baduy dalam), kami ternyata belum berjodoh karena ia sedang ada upacara panen di desa lain. Setelah beres-beres, kami pun pulang dengan mobil APV yang kami rental 2 hari dari Bandung. Sebelum pulang ke Bandung, kami mampir dulu ke rumah Ajeng di Serang untuk mandi setelah seharian tidak mandi di Baduy. Oya kami sempat berduka karena tanpa disangka pada hari tersebut, nenek Ajeng meninggal dunia (turut berduka cita Ajeng....maaf merepotkan). Setelah semua urusan tuntas, kami akhirnya sampai di Bandung subuh karena selama perjalanan kami pulang ke Bandung ternyata macet.

Dear God, thank you so much for this trip.

Kang Safri & Kang Ikbal
Hai this is me...
Ajeng
Wienny
Nisa lagi mengemis ke Flora
Flora si Miss Ubi
Eet... artis Korea
Aaaaa.... Pungky
Driver sebelum di make over
Driver setelah di make over

3 komentar:

  1. Ada rasa yang tak bisa terkatakan terutama saat senja turun dan gelap hadir bersamaan saat kita menyentuh perkampungan suku Baduy.... Rasa yang tak akan dapat tergambarkan.

    BalasHapus
  2. Ia kak tak terlukisan
    aku baru bisa publish cerita yg udah tahun lalu kutulis ini setelah ingat password blog aku
    aku ga mau kalah ah sama tante wienny nulis blognya...hehehe

    BalasHapus
  3. aku bersyukur bisa datang dan melihat alam ciptaan Tuhan yang maha sempurna bersama dengan kalian.. sangat berharga dan ingin lagi menemuinya, terutama danau di tengah bukit yang sangat indah itu. besok, 6 juli tepat setahun yang lalu kita menikmatinya, maaf jika ada kesan yang kurang baik dari saya. dear kharis.. terimakasih ntk catatan yang indah ini.. love u..

    BalasHapus