Jumat, 05 September 2014

“MAGIC PARENTING" GOBIND VASHDEV





Minggu, 22 Februari 2014 merupakan hari istimewa bagi seluruh keluarga besar Semi Palar karena di hari tersebut para orangtua bisa melebur menjadi satu dalam kegiatan “Pertemuan Orangtua Semi Palar”. Kegiatan yang diadakan di Tizi Restaurant Bandung ini mengangkat tema “Magic Parenting” dengan Gobind Vashdev sebagai nara sumber.

Pertemuan orangtua tepat dimulai pukul 08.00 dan dibuka dengan kata sambutan dari Kak Iden selaku pembawa acara dan kemudian dilanjutkan pembacaan puisi karya W.S. Rendra oleh Kak Arry. Puisi berjudul “Makna Sebuah Titipan” menjadi pintu gerbang dibukanya diskusi seru tentang bagaimana orangtua seharusnya memandang anak sebagai salah satu titipan Tuhan.

Sebelum memulai diskusi seru, Gobind sebagai nara sumber terlebih dahulu memperkenalkan dirinya dengan diawali sapaan “Selamat Pagi”. Gobind Vashdev berasal dari keluarga keturunan India yang lahir di Surabaya dan sempat tinggal di Jakarta. Kini, ia memilih menetap di sebuah desa di Ubud, Bali bersama istri (Kartika) dan anaknya (Rigpa). Pekerjaan Gobind adalah berbagi dengan siapa pun termasuk berbagai melalui tulisan di bukunya yang berjudul “Happiness Inside”. Buku yang telah dicetak 12 kali ini menjadi buku pertama di dunia yang menerapkan konsep “1 book 1 tree“ (1 buku dicetak 1 pohon ditanam). Hal ini sebagai salah satu ungkapan terima kasih kepada alam yang telah menyediakan segalanya untuk kebutuhan manusia. Untuk bisa mengenal Gobind lebih dekat, kita bisa membaca tulisan-tulisannya di http://www.gobindvashdev.com/. Selain menjadi motivator dan penulis, Gobind juga turut serta dalam gerakan tanpa alas kaki yang dikenal dengan “Soleman”. Gerakan yang sudah diikutinya selama hampir satu setengah tahun ini bertujuan untuk mengumpulkan dana bagi anak-anak terlantar. Bagi yang ingin memberikan sumbangan ataupun ikut bergabung maka bisa langsung membuka http://www.solemen.org/.

Menurut pandangan Gobind, manusia  saat ini sudah semakin terpisah dengan ibu bumi dan mulai jarang yang mau langsung menapakkan kakinya ke tanah (tanpa alas kaki). Hal ini membawa dampak buruk terhadap kesehatan manusia itu sendiri karena sesungguhnya bumi/tanah justru memberikan energi yang mampu membuat tubuh kita tetap sehat. Ada juga penelitian yang menemukan fakta tentang meningkatnya jumlah penyakit yang diderita seseorang seiring semakin tingginya tempat ia tinggal di suatu gedung bertingkat. Melihat fenomena ini, Gobind menjadi sangat mendukung kebiasaan anak-anak Semi Palar yang tidak menggunakan alas kaki saat beraktivitas di sekolah.  

“Tell me and I’ll forget; show me and I may remember; involve me and I’ll understand”.

Gobind menyampaikan tentang pentingnya menulis/mencatat hal-hal yang ingin diingat. Lalu kita diminta membaca kembali tulisan tersebut agar bisa masuk ke dalam alam bawah sadar. Ide tentang “Magic Parenting” ini telah dibuat oleh Gobind beberapa tahun yang lalu. Sempat ada seorang ibu yang menanyakan alasan Gobind yang berani mengajarkan orangtua tentang cara mendidik anak sementara ia sendiri belum memiliki anak. Lalu Gobind pun memberi sebuah perbandingan kepada ibu tersebut dengan mengatakan bahwa dokter kandungan pun tidak perlu hamil terlebih dahulu untuk bisa menjadi dokter kandungan. Begitu juga seseorang tidak juga harus sakit tulang terlebih dahulu saat ingin menjadi dokter tulang. Gobind berani menyampaikan tentang “Magic Parenting” ini berdasarkan pengalaman masa kecilnya. Ketika masih kecil, Gobind adalah seorang anak yang “bandel”. Kehidupannya kemudian berubah secara signifikan saat usianya menginjak 18 tahun. Menurut pandangan Gobind, setiap orangtua seharusnya bisa memahami perasaan anaknya karena orangtua dulu juga pernah menjadi anak-anak.

Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi saat ini, banyak anak yang sewaktu kecilnya dianggap sebagai anak yang hebat namun ketika dewasa malah memiliki nasib yang menyedihkan. Gobind mengambil contoh dari kehidupan “Micheal Jackson”. Siapa yang tidak mengenal Micheal Jackson, seorang penyanyi yang sangat terkenal di seluruh dunia dan selalu dipuja orang-orang. Ketika dewasa, Micheal Jackson menjadi orang sangat membenci ayahnya sendiri yang sedari kecil telah memaksa ia untuk terus bekerja (menyanyi) sehingga ia harus kehilangan masa kecilnya. Ketika sudah dewasa dan menjadi orang yang bergelimang harta, Micheal Jackson pun kemudian membangun istananya sendiri untuk mengembalikan kenangan masa kecilnya yang telah hilang akibat ambisi sang ayah. Tokoh lain yang dikisahkan oleh Gobind adalah “Macaulay Culkin”. Pemeran utama film “Home Alone” yang waktu kecilnya dianggap juga sebagai salah satu anak hebat di dunia ini,  kini mengalami penuaan dini akibat kecanduan narkoba. Wajah Macaulay Culkin yang berumur 32 tahun tampak sangat tua seperti orang yang sudah berumur 42 tahun. Jika kita mau melihat di sekitar, pasti kita akan menemukan begitu banyak kenyataan anak-anak yang tidak bahagia karena ambisi orangtua yang tidak mau memahami anaknya sendiri. 

Berapa banyak orangtua yang mau duduk dan belajar tentang apa yang harus dilakukan untuk bisa menjadi orangtua yang baik?

Jawabannya adalah sangat sedikit.

Kenyataannya sangat sulit sekali untuk mengajak orang-orang ikut serta dalam seminar tentang parenting dibandingkan mengajak mereka ikut serta pada seminar dengan tema lainnya.

Anakmu bukan milikmu. Mereka adalah sang putra putri yang hidup yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau tapi bukan dari engkau. Mereka ada padamu tetapi bukan milikmu. Berilah mereka kasih sayang namun jangan pemikiranmu. Karena pada mereka ada alam pikiran sendiri. Patut kau berikan rumah bagi raganya namun tidak bagi jiwanya. Sebab jiwa mereka penghuni masa depan … (Kalil Gibran)

Banyak kekhilafan dari kesalahan yang kita perbuat. Namun kejahatan yang paling nista adalah kejahatan ketika kita memaksakan kehendak kepada anak kita. Sebelum sesi diskusi dilanjutkan, Gobind meminta pendapat dari beberapa orangtua tentang apa yang mereka harapkan dari pertemuan orangtua ini. Ada yang menyampaikan bahwa mereka ingin memiliki wawasan baru, lebih sabar, ingin memiliki hubungan mendalam dengan anak serta ada juga yang ingin mencoba memahami anaknya dengan lebih baik.

Don’t Lose Magic Moment.

Hal tersebut sering kali disampaikan oleh Gobind. Jangan sampai kita kehilangan hal-hal kecil yang berpengaruh besar pada kehidupan. Kehilangan satu detik rahasia akan menyebabkan kita kehilangan segalanya. Contohnya, kita sering lupa memberikan senyuman kecil kepada anak terutama di pagi hari. Mungkin tanpa disadari juga kita telah menjadi orangtua yang jarang memuji anak. Hal ini bisa menyebabkan kita kehilangan AHA moment yang sangat berharga.

Banyak orang yang memiliki persepsi berbeda tentang kriteria anak hebat seperti; anak yang pintar, mandiri, kreatif, nilainya bagus, menurut, punya prestasi, sampai anak yang bahagia dalam dirinya. Sistem pemikiran kita kebanyakan adalah sistem pemikiran persepsi (suatu pemikiran yang tidak didukung oleh pemikiran yang valid). Oleh karenanya asumsi melahirkan persepsi, persepsi melahirkan ekpektasi, kemudian ekspektasi ini dihantarkan lewat tindakan.

The way we see the problem is the problem. (Stepen Covey)

Sepanjang sejarah, persepsi kata “cerdas” itu berbeda-beda baik di setiap orang di setiap tempat. Misalnya :
·         Di Romawi, orang yang cerdas adalah orang yang berani.
·         Di Cina, orang yang cerdas adalah orang yang pandai dalam bidang puisi, musik, kaligrafi, ilmu perang, melukis.
·         Di Yunani, orang yang cerdas adalah orang dengan fisik yang kuat.
·         Di Indian Puebo, orang yang cerdas adalah orang yang peduli dengan orang lain.

Apabila ada anak yang bersikap tidak baik maka yang harus berubah adalah orangtuanya sendiri karena orangtua pernah menjadi orangtua yang mungkin sewaktu kecil mengalami banyak luka. Luka yang belum disembuhkan ini bisa terus mengendap dan menjadi penyakit. Endapan kesakitan yang tersimpan dalam alam bawah sadar biasanya akan muncul dan diulang kembali saat mendidik anak. Ketika kita ingin membuat seorang anak menjadi anak yang cerdas maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengubah mind set kita dengan cara menerima setiap anak sebagai anak yang jenius. Setiap anak yang baru lahir rata-rata memiliki 100 M sel neuron yang aktif dan 900 M sel pendukung.

Nah bagaimana cara mengaktifkan 900 M sel pendukung ini?

Cara mengaktifkannya adalah dengan merangsang perkembangan otak anak. Nutrisi adalah hal yang penting bagi otak tetapi yang jauh lebih penting lagi adalah menstimulus otak melalui gerakan. Orang-orang masih sering beranggapan bahwa untuk membuat seseorang anak menjadi anak yang cerdas, hal yang perlu dilakukan adalah memberkan mereka makanan yang dianggap bergizi seperti minyak ikan, susu sapi, dan produk-produk lainnya. Padahal faktanya, susu sapi adalah penyebab utama terjadinya pengeroposan tulang akibat sifat susu yang asam. Makanan yang bersifat asam biasanya lebih banyak menyerap kalsium pada tulang yang pada akhirnya menyebabkan osteoporosis. Kini, semakin hari semakin banyak orang yang mengkonsumsi susu yang sering dielu-elukan sebagai penguat tulang. Namun pada kenyataannya semakin banyak juga orang-orang yang mengalami masalah osteoporosis. Perlu diingat, Tuhan menciptakan susu sapi hanya untuk anak sapi, bukan anak manusia. Jadi susu yang paling sehat bagi pertumbuhan anak manusia adalah ASI. Salah satu minuman yang bisa menggantikan ASI ketika seorang anak tidak mau lagi mengkonsumsi ASI adalah susu tempe. Menurut Gobind, kandungan gizi dari susu tempe jauh lebih baik daripada susu kedelai.

Banyak orang berpikir untuk dapat meninggalkan bumi dan dunia yang terbaik bagi keturunannya. Tetapi berapa banyakkah orang yang berpikir untuk dapat meninggalkan keturunan yang terbaik bagi bumi dan dunia? (Inayat TS).

Banyak diantara kita yang mungkin berpikir bahwa agar anak tidak susah dalam hidupnya maka kita perlu menyiapkan semuanya untuk mereka. Namun kenyataannya ketika anak dewasa, mereka malah tidak pernah bersyukur. Sesungguhnya hal tersebut terjadi karena kekeliruan kita sendiri sebagai orangtua dalam mendidik anak. Kalau ingin anak-anak menjadi lebih baik, yang seharusnya dilakukan sebagai seorang orangtua adalah “Give Them Less”.

Give Them Less

Lihatlah tubuh kita ketika sakit. Biasanya ketika sakit, hal pertama yang ditunjukkan oleh tubuh adalah hilangnya nafsu makan. Hal ini terjadi karena tubuh kita membutuhkan waktu untuk beristirahat (berpuasa). Kita sering memaksa anak untuk makan dan makan karena ketakutan yang telah tertanam sejak lama dalam pikiran kita bahwa “apabila tidak makan maka kita akan sakit”. Padahal manusia itu sesungguhnya diciptakan oleh Tuhan untuk bisa tetap bertahan hidup hanya dengan minum air dan tanpa makan selama 3 hari. Jadi ketika ada seorang yang tidak mau/malas makan maka cara tepat yang perlu dilakukan adalah dengan tidak memaksanya untuk makan. Kita dapat memotivasi anak untuk makan tetapi dengan cara yang baik seperti melibatkan anak dalam proses membuat makanan (potong-potong sayur atau buah) sehingga tanpa dipaksa pun anak biasanya akan mau makan makanan hasil olahan tangannya sendiri.

Apabila kita membandingkan keadaan dunia yang sekarang dengan 50 tahun yang lalu, hal-hal yang sangat berbeda mungkin bisa kita temukan. Sekarang penduduk bumi semakin meningkat jumlahnya. Dalam 100 tahun terakhir , ada peningkatan 500 milyar manusia yang pada akhirnya menciptakan kekacauan. Cara berkomunikasi yang dulunya dengan berteriak tergantikan dengan komunikasi melalui sms/telp/chating. Selain itu, banyak juga fenomena seperti hamil di luar nikah ataupun perceraian yang terjadi. Gobind menyampaikan bahwa yang lebih dibutuhkan oleh dunia saat ini adalah “United Relation” untuk mempersatukan kembali hubungan antar manusia yang bercerai/berpisah. Tanpa disadari, fenomena perceraian yang semakin meningkat ini didorong oleh kecendrungan manusia sekarang untuk menggantikan segala sesuatu yang rusak dengan yang baru dan bukan memperbaikinya. Dulu, ketika anak memiliki mainan dan mainan tersebut rusak maka hal pertama yang dilakukan oleh orangtua adalah memperbaikinya. Namun yang sekarang kebanyakan terjadi adalah ketika mainan anak rusak, yang dilakukan oleh orangtua adalah menggantinya dengan yang baru. Kebiasaan ini tanpa disadari tertanam pada karakter anak yang kemudian mereka bawa hingga dewasa, ketika merasa pasangannya sudah tidak cocok maka mereka berpikir untuk langsung menggantikannya dengan yang baru.

Nourish not only your body but your mind.

Fakta menyedihkan yang sering terjadi sekarang adalah sebagian besar orang membelanjakan sekitar 90% dari penghasilannya untuk membeli kebutuhan di bawah leher. Orang-orang mudah sekali mengeluarkan uang untuk makan, membeli pakaian, dan sejenisnya. Tetapi jarang sekali orang-orang membeli kebutuhan untuk otaknya padahal otak itu jauh lebih penting. Kenyataan saat ini membuktikan bahwa kita biasanya lebih mudah tahu nama produk-produk yang beredar di pasaran hanya dengan melihat logonya saja. Sebaliknya, kita tidak banyak tahu tentang nama-nama tumbuhan hanya dengan melihat bentuk daunnya.

Long Life Learning.
Belajar tiada henti, belajar dari dalam diri sendiri.

Manusia tidak pernah bermasalah dengan apapun di luar dirinya karena semua masalah itu hanya ada di dalam. Jadi kalau mencari jalan keluar janganlah mencari keluar tapi ke dalam. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah anak sebelum kita menyelesaikan masalah dalam diri kita sendiri. Ketika ada seorang anak marah, kita sebagai orangtua seringkali meminta anak untuk tidak boleh marah padahal marah adalah salah satu bentuk emosi yang ditangkap oleh anak. Bantulah anak untuk mengungkapkan perasaannya secara lebih mendalam.

Sesunguhnya apabila seorang anak dipacu untuk berkomunikasi maka sebenarnya kita dapat menemukan banyak pemikiran dari menarik pada anak.

Emosi itu bagus atau tidak?

Emosi  sebenarnya adalah sebuah hal yang sangat penting. Seperti halnya mobil yang memiliki berbagai macam lampu, tubuh kita pun demikian. Ketika sedang marah, akan ada lampu di tubuh kita yang menyala. Sering kali kita memendam kemarahan karena beranggapan bahwa kemarahan tersebut nantinya akan mencair. Hal ini sesungguhnya tidak baik karena hanya akan menimbulkan masalah lain dikemudian hari. Hal pertama yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikannya dengan cara mencari solusi di dalam diri dan bukan di luar diri  (dalam arti menyalahkan orang lain yang telah membuat kita marah). Hal ini bisa diibaratkan ketika rumah kita dibakar oleh orang lain. Jika hal tersebut sampai terjadi, tindakan pertama yang biasanya kita lakukan pastinya memadamkan terlebih dahulu api di dalam rumah. Perlu diingat, apabila sedang marah janganlah sekali-kali memaksakan diri untuk berkomunikasi dengan anak atau pasangan karena hal ini hanya akan memperuncing masalah.

Kualitas hidup seseorang tergantung kualitas komunikasinya.

Komunikasi adalah keterampilan terpenting di dunia. (Stephen Convey)

Niat baik tidak cukup.

95% masalah orangtua dan anak sesungguhnya adalah masalah komunikasi. Komunikasi diantara kita itu penting tetapi yang jauh lebih penting juga adalah komunikasi dengan diri kita sendiri. Berdasarkan survei ditemukan fakta bahwa anak dewasa (10 tahun ke atas) di Amerika Serikat, satu harinya biasanya hanya berkomunikasi dengan orangtua mereka sekitar 2 menit dan sisanya lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi sekitar selama 6 jam. Maka tidak dipungkiri anak-anak sekarang lebih banyak dididik oleh televisi.

Gobind menyampaikan bahwa ia dan keluarganya sendiri memilih untuk tidak memiliki televisi. Televisi yang dulu pernah ia miliki, telah ia berikan kepada tukang kebun. Meskipun di rumahnya tidak tersedia televisi, Gobind memiliki ribuan buku yang jauh lebih penting daripada televisi.

Otak manusia terdiri atas otak PRIMATE (otak atas), MAMMAL, REPTILE 4F (feeding, fighting, flying, f***ing àreproduksi). Otak atas manusia paling besar diantara makhluk lainnya. Bergerak adalah salah satu jalan untuk dapat membuat otak atas kita berkembang. Sayangnya, kita sekarang lebih jarang bergerak karena dukungan teknologi. Hampir semua pendidikan saat ini juga lebih banyak menguatkan otak reptile dibandingkan otak atas yang seharusnya lebih dikuatkan. Menguatnya otak reptile membuat sifat-sifat reptile manusia bangkit yang kemudian lebih banyak memunculkan masalah pada kehidupan seperti semakin banyaknya terjadi persaingan maupun perang karena keinginan manusia yang semakin besar untuk mempertahankan diri.

Jangan pernah menanamkan trauma/ketakutan pada anak.

Dewasa ini, orangtua biasanya lebih sering memotivasi anak dengan “fear base” dan bukan “love base”. Misalnya, apabila ada anak yang malas menggosok gigi, orangtua sering kali menakuti anak dengan mengatakan bahwa ketika tidak mau gosok gigi maka akan membuat gigi berlubang. Ketika ada anak yang malas mandi, orangtua biasanya memaksa anak untuk mandi dengan alasan malas mandi akan menyebabkan bau badan. Begitu banyak ketakutan yang tidak seharusnya kita tanamkan pada anak. Hal yang seharusnya kita lakukan agar anak mau rajin gosok gigi adalah dengan menanamkan pada diri anak bahwa menggosok gigi merupakan hal yang menyenangkan . Orangtua bisa mencontohkan cara menggosok gigi yang menyenangkan sambil tersenyum sehingga kesenangan menggosok gigi terbangun pada anak dengan sendirinya. Untuk anak yang lebih dewasa, kita bisa memberi pemahaman bahwa menggosok gigi itu adalah salah satu usaha kita merawat karunia yang telah Tuhan berikan.


Action speak louder than word.

Mungkin banyak  orangtua yang bertanya kenapa anaknya sering berbohong. Ketika hal ini terjadi, kita perlu melihat kembali ke dalam diri karena kemungkinan besar sikap yang dimunculkan oleh anak adalah cerminan dari orangtuanya sendiri. Mungkin tanpa sadar kita sebagai orangtua telah menanamkan sikap tersebut pada diri anak. Mengkomunikasikan hal sesungguhnya kepada anak (bersikap jujur) sangatlah penting untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran meskipun dalam prosesnya ada kalanya kekecewaan muncul pada diri anak. Namun dari kekecewaan ini, anak akan belajar untuk menerima kenyataan. Ketika seorang anak sudah berani berkata jujur meskipun dalam situasi yang kurang tepat, kita harus menghargai kejujurannya dan bukan malah memarahinya karena ketika kita memarahinya, kita berarti telah mendorong anak untuk tidak berani lagi berkata jujur sehingga kemudian lahirlah kebohongan.


Orangtua yang sering menuruti semua keinginan anak, belum tentu merupakan orangtua yang baik.

Orangtua yang selalu saja menuruti keinginan anaknya karena alasan “sayang anak”, kemungkinan adalah orangtua yang lemah yang tidak bisa menanamkan nilai-nilai struggle kepada anak sebagai bekal kehidupannya kelak. Ketika anak menginginkan sesuatu, kita harus menunda kesenangannya. Ajarkan anak untuk bersabar saat menginginkan sesuatu sehingga ia pada akhirnya bisa belajar menerima proses. Misalnya, saat ada anak menginginkan suatu mainan, ajaklah ia untuk menabung terlebih dahulu agar bisa membeli mainan tersebut. Pada saat mainan tersebut bisa terbeli, rasa bahagia dan syukur yang didapat oleh anak akan jauh lebih besar dibandingkan ketika anak mendapatkannya dengan mudah.

Jangan biarkan anakmu membunuh serangga karena hal itu adalah langkah pertama yang bisa menuntunya ke tindakan untuk membunuh manusia – Phythagoras.

Gobind pun menyampaikan sebuah pesan untuk menanamkan kepada anak tentang kesadaran untuk hidup berdampingan dengan binatang dengan tidak membunuh binatang.

Spending time with children is more important than spending money with children.

Menurut Journal National Academy, tidak penting mencintai anak tp buatlah anak merasa dicintai. Bagi seorang anak C.I.N.T.A itu dibaca W.A.K.T.U. Waktu yang dimaksud adalah waktu berkualitas.



To be in your children memories tomorrow, you have to be in the lives today.

Yang penting juga bagi anak adalah present time (hadir di saat ini). Kenyataannya, orangtua lebih banyak menaruh fokus pada masa lalu dan masa depan dan tidak  menghargai anak apa adanya.  Menurut Josh Bush, Parenting just like a running the country. Susahnya minta ampun.

Komunikasi bukan berbicara tapi yang jauh lebih penting adalah mendengar.
mendengar : berbicara = 7:1.

Ketika ada anak yang tidak mau bersekolah, orangtua sekarang cenderung berpikir untuk membereskan masalah dengan cepat. Semuanya ingin cepat dibereskan tanpa mau mendengarkan masalah anak dengan sabar. Pada akhirnya, orangtua memberikan solusi yang belum tentu mampu memberekan masalah yang dihadapi oleh anak.  Solusi yang tepat seharusnya adalah mendengarkan cerita anak dengan baik dan mengulang kembali yang ia sampaikan. Lalu, tanyakan bagaimana perasaan anak dan kenalkanlah jenis-jenis emosi kepadanya.  Apapun emosi yang ia sampaikan, kita akui dan pahami emosi tersebut. Saat anak sudah merasa lega, tanyakan anak tentang hal apa yang bisa dilakukan agar ia bisa lebih tenang dan biarkan solusi datang dari anak itu sendiri.

Belajar mendengar, memahami.

Semakin dewasa kemampuan anak dalam memahami harus ditingkatkan dengan sering menjalin komunikasi dengan anak. Arahkan anak untuk bisa membreak down masalah, untuk mengkerucutkan inti masalah. Dengan kata lain, jika anak tidak mengerti masalah maka orangtualah yang seharusnya mengarahkan anak dan memancing anak untuk memverbalkan emosi anak.

Most people do not listen with the intent to understand.
They listen with the intent to reply.( Stephen Covey)

Mendengar tidak hanya “to ear” tetapi juga “to listen”. Memberi nasehat bijak memang jauh lebih mudah dibanding mendengar dengan baik. Adapun komunikasi yang disebut Non Violent Communication (Marshall Rosenberg) untuk meningkatkan kemuampuan kita dalam memahami yang terdiri dari 4 hal yaitu :

1.    Pisahkan pengalaman dengan evaluasi à menyatakan apa yang anda lihat, dengar, ataupun rasa dan meletakkan arti pada pengamatan tersebut.
2.  Definisikan perasaan anda à berpikirlah, perasaan yang timbul dari situasi itu. Gambarkan perasaan anda dengan kata-kata.
3.   Nyatakan kebutuhan-kebutuhan anda dengan jelas à bertanya pada diri, kebutuhan apa yang saya perlukan dalam situasi ini? Identifikasi secara spesifik mungkin. Dimulai reaksi atas perasaan anda. Berdasarkan fenomena yang sering terjadi, anak yang penurut hari ini biasanya banyak yang tersakiti karena mengorbankan perasaannya sendiri hanya sekedar tidak ingin mengecewakan orangtuanya.
4.   Mintalah jangan menuntut à permintaan diterima sebagai tuntutan ketika pendengar percaya mereka akan dipersalahkan atau dihukum jika mereka tidak menurutinya. Semakin jelas dan spesifik permintaan yang kita ingin peroleh semakin besar kemungkinan kita akan mendapatkannya. Kurangi pertanyaan “kenapa” atau “mengapa”, ganti dengan “apa yang membuatmu”.

Stop membandingkan anak.

Hanya 3% orang saja yang berhasil ketika dibandingkan. Keunikan dan keberagaman adalah hal yang istimewa jadi untuk apa membandingkan. Jika ingin membandingkan, bandingkan prestasi anak dengan prestasinya sebelumnya dan jangan sekali-kali membandingkan anak dengan anak lain, apalagi membandingkan antara kakak dan adiknya karena kita sendiri sebagai orang dewasa biasanya tidak suka juga dibanding-bandingkan dengan orang lain.

Ngrasani Positif à ngomongin yang dibelakang (gosip).

Kalau ingin anak berubah maka kita perlu membicarakan anak di belakang sama seperti yang kita inginkan. Jadi ketika anak tersebut tidak sengaja mendengarnya maka anak akan merasa bahwa ia diperhatikan. Apa yang kita harapkan itu kita munculkan dan hal ini dapat menjadi motivasi bagi anak. Ketika anak mulai besar, anak boleh melakukan apapun tetapi orangtua perlu memberikan konsekuensi yang tepat. Kita bisa mencontoh pengalaman Monaratuliu yang anaknya tidak mau sekolah. Ketika anaknya tidak mau masuk sekolah, ia tidak memaksakan anaknya untuk bersekolah namun di sisi lain ia memberi konsekuensi kepada anaknya untuk tidak boleh menyentuh mainan sama sekali. Awalnya, anaknya merasa menang namun lama-kelamaan anaknya merasa tidak nyaman karena tidak dapat bermain. Di keesokan harinya, sang anak meminta bersekolah kembali tanpa harus dimotivasi karena ingin mendapatkan kesempatan untuk bermain.

Read Aloud.

Membacakan buku dengan suara yang keras kepada anak sesuai umurnya misalnya anak 1 tahun 1 menit adalah kebiasaan yang sangat baik untuk dilakukan. Kegiatan ini bisa menjadi sarana bagi anak dalam mengembangkan kesenangan membaca tanpa harus orangtua dengan sengaja mengajarkan anak belajar membaca buku.

Otak yang cepat adalah otak yang tidak sehat.
Otak yang hening adalah otak yang sehat.

Semua praktek spiritual sebenarnya mengajarkan kita tentang cara memperlambat kerja otak. Fenomena sekarang, kita lebih banyak diajak mempercepat kerja otak dengan kehadiran berbagai gadget. Makan yang cepat juga merupakan kebiasaan yang tidak baik karena hanya akan menyebabkan banyak kerusakan. Gizi makanan yang didapatkan menjadi sangat rendah ketika kita mengunyah makanan secara cepat atau tergesa-gesa sehingga sebaiknya stop melakukan aktivitas apapun di saat sedang makan. Agar proses mengunyah makanan sebanyak 32 kali bisa berjalan dengan baik, kita sebaiknya meletakkan terlebih dahulu sendok/garpu selama proses mengunyah makanan berlangsung.

Dalam memberi nasehat kepada anak, kita perlu mengganti kata “tapi” dengan “dan” karena biasanya nasehat yang lebih sering diingat oleh anak adalah yang diikuti oleh kata “tapi”. Dalam komunikasi, “kata-kata” hanya masuk dan diterima sebesar 7 %, vokal 38%, dan bahasa tubuh 55%. Oleh karena itu, hal-hal yang kita sampaikan biasanya akan percuma ketika kita tidak melakukannya.

Make your influence positif.

Dalam berkomunikasi, ada 4 hal penting yang perlu dilakukan yaitu ;
-          tatap muka
-          fokus
-          menggunakan sentuhan
-          menggunakan kata-kata positif

What can we do to promote world peace?

Madam Teresa menjawab, “ Pulang ke rumah dan cintai keluargamu”. Ketika hal ini dilakukan oleh semua orang di seluruh dunia maka tidak akan ada lagi yang namanya perang karena setiap orang fokus mencintai keluarga mereka masing-masing.

Cinta berasal dari rumah dan cinta hidup di rumah.

Semua orang ingin cepat-cepat dan terburu-buru agar cepat kaya sehingga anak mendapat sedikit waktu. Dampak selanjutnya adalah anak pun belajar meniru orangtua dan hanya memberikan waktu yang sedikit kepada orang lain. Dalam mendidik anak, kualitas pertemuan dengan anak sangatlah penting apalagi ketika anak masih kecil. Mengurangi kenikmatan yang diinginkan untuk memberikan waktu kepada anak-anak jauh lebih penting daripada menjadikan anak-anak menjadikan anak yang kaya waktu.

Ketika seorang anak lahir ke dunia, setiap orangtua biasanya mengucapkan janji untuk selalu mencintai anaknya apapun yang terjadi. Kenyataanya, apakah kita masih menjalankan janji tersebut dan memberikan ruang bagi si anak tumbuh sesuai kesadarannya sendiri? Misalnya, apa tindakan yang diambil orangtua ketika mengetahui anak gadisnya hamil di luar nikah? Membuangnya atau tetap mencintainya seperti pertama kali kita berjanji untuk selalu menyayangi anak sebagai titipan Tuhan?



Kita ditunjuk sebagai orangtua karena Tuhan atau alam telah memilih kita untuk memberikan sesuatu yang lebih baik untuk generasi yang akan datang. Semua dari kita pasti memiliki luka dan kita harus membereskannya sehingga nantinya kita tidak perlu menyalahkan anak ketika ia suatu saat melakukan suatu hal yg buruk.

Komunikasi Dengan Anak Bukan Interogasi

Maksudnya, bukan hanya menanyakan keseharian seperti apa sudah makan, apa sudah mandi, apa sudah mengerjakan PR, dll tetapi berkomunikasi dengan anak dari hati ke hati agar kita bisa memahami anak secara lebih mendalam.

Tindakan selalu berbicara keras daripada kata-kata.
Kurangi beri nasehat tapi berilah contoh.

Berikut adalah kutipan kisah tentang Mahatma Gandhi yang ditulis oleh Gobind dalam bukunya “Happiness Inside” yang bercerita pentingnya memberi contoh yang baik.
Suatu hari, seorang ibu membawa anaknya datang kepada Gandhi, dan berkata, “Gandhi, maukah engkau menasehati anak saya ini ? Dia mempunyai sebuah penyakit, yang untuk kesembuhannya, dia tidak boleh mengonsumsi garam. Saya dan keluarga bahkan dokternyapun sudah berulangkali menasehatinya, namun dia masih tetap makan garam. Saya sudah kehabisan kata-kata, tolonglah saya, siapa tahu dia akan menurutimu.”
Dengan tersenyum dan suara lembut Gandhi berkata, “Ibu, sekarang saya tidak bisa berkata apa-apa, silakan ibu pulang dan bawa anak ibu kesini minggu depan.” “Gandhi, anak itu di depanmu sekarang, tidak bisakah kau sekarang menasehatinya?” kata si ibu. Gandhi dengan senyum yang selalu di bibirnya hanya menggelengkan kepalanya yang menandakan tidak.
Dengan perasaan campur aduk, ibu itu pulang dan tepat satu minggu mereka berdua ada di hadapan Gandhi. “Saya sudah menunggu satu minggu,” kata ibu itu kepada Gandhi, “Sekarang berikan nasihat itu.” Kemudian Gandhi datang mendekat ke anak itu, dan menasehati anak itu untuk tidak makan garam. Apa yang dikatakan Gandhi tidaklah istimewa, tidak ada sesuatu yang baru, hanya sebuah nasihat yang sederhana, tidak lebih.
Pada saat itu sang ibu merasa sedikit kecewa karena dalam penantiannya satu minggu dia berharap Gandhi akan melakukan sesuatu yang lebih daripada kata-kata biasa. Tidak lama kemudian, Gandhi meminta ibu dan anak itu pulang, kali ini perasaan ragu-ragu menyelimuti si ibu. Si Ibu tidak yakin ini akan berhasil.
Namun yang terjadi sebaliknya, anak ini berhenti makan garam. Ibunya berpikir mungkin ini hanya akan terjadi satu atau dua hari, tetapi kenyataannya lebih dari itu, anak itu total berhenti makan garam selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Didorong rasa penasaran yang tinggi, seorang diri ibu ini menghadap Gandhi untuk ketiga kalinya dan langsung bertanya, ” Gandhi, rasa apa yang kamu miliki sehingga kamu bisa membuat anak saya berhenti makan garam?” tanya si ibu. “Kata-kata yang kamu ucapkan adalah kata-kata biasa, saya sering menasehatinya dengan cara yang sama. Menurut saya dokternyapun menasehati dengan cara yang lebih baik, tapi mengapa anak saya menurut kepadamu?”
Dengan lembut Gandhi menjawab pertanyaan ibu ini dengan jawaban, “Ibu masih ingat pada kali pertama ibu ke sini dan saya meminta ibu datang satu minggu kemudian ?” Si ibu menjawab, “Ya itu dia, kenapa, terus terang saya masih penasaran.”
“Pada saat itu saya belum bisa menasehati anak ibu untuk berhenti makan garam, karena pada saat itu saya masih mengonsumsinya, sepulang ibu, saya berhenti makan garam, sampai kemudian ibu datang lagi, baru saya bisa berbicara untuk tidak makan garam kepada anak ibu.” Demikian Gandhi menjawab.

Walk the Talk.
Lebih banyak melakukan tindakan daripada kata-kata.
Meskipun tidak terlihat tetapi kekuatannya luar biasa.